Surat (1) Candradimuka


Oleh : Suyuthiahmad

Titik kehidupan terkadang terlihat begitu saja
Terkadang rindang dengan serat perkara
Terkadang riuh pula bising memekakkan telinga
Tak menutup kemungkinan murka
Tanpa nestapa di sana

Nafas kehidupan adalah nafas-nafas pepohonan akan oksigennya
Namun gelap malam menjadikannya sebagai pemangsa

Mata kehidupan adalah mata-mata sunyi akan pergerakan sesuatu
Memandang rindu-rindu yang kelabu dan abu-abu

Bibir kehidupan adalah kata-kata dendam akan perasaan yang berkecamuk
Bagai hunusan pedang dalam perang yang penuh amuk

Telinga kehidupan adalah dupa yang harumnya menusuk kuping akan sebuah kepekaan
Terlebih ketika ia bukan kepingan suara yang musti didengarkan

Hati kehidupan adalah rasa kesal akan sebuah pertanyaan yang selalu muncul
Hingga ia terjawab tanpa ada bekas lara duka yang mandul

Surat pertama ini untukku
Dari jiwa-jiwa di kerumunan cinta yang bersemi dan layu

Aku dendam untuk melibas benci yang tak berkesudahan
Aku semena-mena untuk cinta tanpa pembuktian
Aku murka untuk lara yang moksa sebab ditinggalkan
Aku menindas untuk perhatian berupa pencitraan
Aku binasakan untuk suka yang memanfaatkan

Sudahlah,
Jikalau memang itu cinta, memanglah begitu
Tak usah kau menggerutu
Sampai kau acuhkan kesehatanmu
Hanya menguras jerih daya tuk lara itu

Cukuplah,
Tak usah libatkan terlalu dalam jika memang menyakitkan
Tak perlu dipikir panjang jika memang mengharukan
Tak usah menelisik terlalu rinci jika dari luar sudah menistakan
Tak perlu diambil pusing jika memang menikam perasaan


Kairo, 16 Juni 2017

0 komentar:

My Instagram